Ketika di kampuspun (dalam proses perkuliahan), mereka nampaknya hanya belajar untuk lulus dan mendapatkan gelar saja. Mereka tidak mengikuti perkuliahan dengan semangat dan antusiasme yang tinggi. Saya tidak tahu apakah fenomena ini hanya terjadi di kampus saya atau di kampus lain juga. Namun, saya mencoba mencari tahu mengapa hal ini bisa terjadi berdasarkan pengamatan saya. Berikut adalah beberapa alasan yang saya temukan:
Kurangnya kompetisi
Mahasiswa di kampus saya tidak memiliki kompetisi yang cukup untuk memacu semangat belajar mereka. Mereka tidak memiliki target yang jelas dan tidak memiliki motivasi untuk belajar lebih keras. Mereka hanya belajar untuk lulus dan mendapatkan gelar saja. Saya beranggapan bahwa dengan adanya banyak kompetisi dan diiringi dengan reward yang cukup, mahasiswa akan lebih termotivasi untuk belajar.
Bahkan untuk kompetisi nasional seperti Program Kreativitas Mahasiswa dan Gemastik, mahasiswa di kampus saya tidak memiliki minat untuk mengikuti. Mereka harus dikejar-kejar agar mau ikut serta. Padahal, dengan mengikuti kompetisi tersebut, mereka bisa mendapatkan pengalaman yang berharga dan bisa menambah wawasan mereka.
Untuk kompetisi lokal yang mereka adakan sendiri, mahasiswa juga tidak mau men_challenge_ kemampuan keinformatikaan mereka. Lomba yang diadakan tidak jauh dari (dan nampaknya selalu ini) adalah kompetisi Mobile Legends, desain grafis (desain logo, poster, dsb) dan editing video. Padahal, mereka bisa mengadakan lomba pemrograman, lomba machine learning, lomba data mining, lomba cyber security, dan lain-lain.
Solusi yang mungkin menurut saya adalah memacu mahasiswa untuk mengikuti kompetisi nasional dan internasional. Mereka harus diwajibkan untuk mengikuti kompetisi tersebut dan diberikan reward yang menarik jika mengikutinya (apalagi jika menang). Dengan begitu, mereka akan lebih termotivasi untuk belajar karena target mereka menjadi jelas. Tidak mungkin mereka bisa menang tanpa belajar lebih keras.
Lingkungan belajar yang kurang mendukung
Kasusnya untuk kampus saya, kami tidak memiliki lingkungan dan budaya belajar yang mendukung. Mahasiswa tidak memiliki tempat yang nyaman untuk belajar dan berdiskusi. Tidak ada perpustakaan fakultas yang memadai atau ruang baca yang nyaman. Selain itu tidak ada budaya belajar yang cukup seperti komunitasi belajar, diskusi, dan sharing ilmu. Begitu mahasiswa keluar kelas, mereka tidak menemukan tempat yang nyaman untuk belajar dan berdiskusi dan pada akhirnya memilih untuk pulang ke rumah atau nongkrong di warung.
Perbedaan ini sangat saya rasakan ketika saya berada di kampus ITS Surabaya. Di sana, mahasiswa memiliki tempat belajar yang nyaman dan fasilitas yang memadai. Mereka memiliki perpustakaan yang besar dan nyaman, ruang baca yang nyaman, dan ruang diskusi yang memadai. Selain itu, mereka memiliki budaya belajar yang cukup seperti komunitas belajar, diskusi, dan sharing ilmu. Mahasiswa di sana nampaknya lebih termotivasi untuk belajar karena mereka memiliki tempat yang nyaman untuk belajar dan berdiskusi.
Solusi yang mungkin menurut saya adalah membangun lingkungan belajar yang mendukung. Setidaknya ada perpustakaan fakultas yang mudah dijangkau, ada ruang baca dan diskusi yang nyaman. Setelah itu baru dibentuk budaya belajar yang cukup seperti komunitas belajar, diskusi, dan sharing ilmu. Mahasiswa harus diberikan kesempatan untuk belajar dan berdiskusi di luar kelas. Dengan begitu, mereka akan lebih termotivasi untuk belajar.
Tidak ada contoh sukses
Mahasiswa disini tidak memiliki contoh sukses yang bisa mereka ikuti. Tidak ada role model yang benar-benar "wah" yang bisa mereka jadikan panutan. Mereka tidak memiliki contoh orang yang bisa mereka tiru untuk menjadi sukses. Tidak ada cerita-cerita sukses yang bisa mereka ikuti. Saya tahu ini proses yang panjang tapi setidaknya dengan memenuhi dua poin sebelumnnya (kompetisi dan lingkungan belajar yang mendukung), akan ada banyak cerita sukses yang bisa mereka ikuti.
Tidak ada solusi singkat untuk hal ini, tapi mungkin dengan memulai dari sekarang, kita bisa menciptakan contoh-contoh sukses yang bisa diikuti oleh mahasiswa. Kita bisa memulai dari diri kita sendiri, dari dosen, dari alumni, dan dari orang-orang sukses lainnya. Dengan begitu, mahasiswa akan memiliki contoh yang bisa mereka ikuti dan mereka akan lebih termotivasi untuk belajar.
Kurikulum dan pola pembelajaran yang outdated
Kita tidak bisa menutup mata bahwa kurikulum dan pola pembelajaran yang tidak mengikuti perkembangan jaman akan membuat mahasiswa menjadi malas belajar. Kurikulum adalah kunci dari proses pembelajaran, sama seperti resep adalah kunci dari masakan. Jika kurikulum tidak "memicu" minat belajar mahasiswa karena terlalu teoritis dan tidak hands-on akan membuat mahasiswa akan menjadi malas belajar.
Dengan perubahan kurikulum menjadi berbasis OBE sebenarnya cukup menjanjikan. Namun, seringkali implementasinya tidak sesuai dengan yang diharapkan (apalagi yang belum menerapkan OBE). Masih banyak pengajar yang mengajar dengan metode ceramah dan mahasiswa yang belajar dengan cara menghafal. Mereka lebih fokus tentang "apa yang akan diajarkan" dibandingkan dengan "apa yang bisa mahasiswa lakukan".
Solusi yang mungkin menurut saya adalah mengubah kurikulum dan pola pembelajaran yang outdated. Kurikulum harus diubah agar lebih hands-on dan lebih project-based. Mahasiswa harus diberikan kesempatan untuk mengerjakan proyek-proyek yang nyata dan menyelesaikan masalah-masalah nyata. Dengan begitu, mereka akan lebih termotivasi untuk belajar karena mereka bisa melihat hasil dari pembelajaran mereka.
Kesimpulan
Beberapa alasan di atas mungkin bisa menjadi penyebab mengapa mahasiswa di kampus saya minim minat belajar. Saya tidak tahu apakah hal ini juga terjadi di kampus lain atau tidak. Namun, saya berharap dengan adanya perubahan-perubahan kecil, mahasiswa bisa lebih termotivasi untuk belajar dan bisa menjadi lebih baik lagi. Kita sebagai dosen harus bisa memberikan motivasi dan dukungan yang cukup agar mahasiswa bisa belajar dengan semangat dan antusiasme yang tinggi.